PELATIHAN SOFTSKILL UNTUK MAHASISWA PSIKOLOGI

Jumat-Sabtu, 6-7 Oktober 2017, Fakultas Psikologi dan Humaniora mengadakan kegiatan pelatihan softskill untuk mahasiswa psikologi. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka penguatan karakter Islami dan keterampilan untuk menghadapi kehidupan kampus. Kegiatan ini melibatkan dekan, kaprodi, dosen, serta seluruh mahasiswa Prodi Psikologi yang berjumlah 19 orang.

Acara ini diisi dengan berbagai macam kegiatan yang berbeda di setiap harinya. Pembukaan pelatihan di hari pertama dilakukan secara resmi oleh Plt. Dekan Dr. Purwati, M.S. Kons., dan langsung dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan, yaitu:

Tasmi’ Al Quran. Di sini, mahasiswa diajak untuk membiasakan diri membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Berkelompok-kelompok, mahasiswa membaca Al-Quran bersama dan saling memperbaiki bacaan.

Academic English. Mahasiswa praktik berbahasa Inggris yang baik dan benar. Mahasiswa diberikan tips dan trik untuk memperkaya kosakata dan mempertajam kemampuan reading, listening, dan speaking.

Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Sesi ini bertujuan untuk membiasakan mahasiswa agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, berempati dan menjadi pendengar yang baik, serta berani berbicara di depan umum.

Pelatihan Kepemimpinan

Kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Di sesi ini, mahasiswa belajar mempraktikkan memimpin, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah dalam seting kelompok, serta menerapkan kemampuan bekerja sama dan kerja dalam tim.

Menulis Ilmiah. Mahasiswa diperkenalkan dengan jenis-jenis tulisan ilmiah yang umum di perguruan tinggi. Meskipun begitu, diperkenalkan pula bahwa produk tulisan psikologi tidak hanya berupa karya ilmiah, dapat pula karya-karya non fiksi untuk mencerahkan pemahaman masyarakat tentang psikologi.

Coping Stress dan Self-Management. Mahasiswa diajarkan cara-cara mengatasi stres yang efektif dan manajemen diri sendiri. Di sini, mahasiswa diajak untuk memahami diri sendiri dan menyadari keadaan diri sendiri sebagai awal penyelesaian masalah pribadi.

Mini Training 1

Mini Training 2

Mini Training. Dalam kegiatan yang seluruhnya berupa game luar ruangan, mahasiswa diajarkan menangani kegiatan pelatihan dengan mengalami sendiri game-game pembelajaran. Topik-topik yang diangkat seputar creativity, cooperation and teamwork, lewat permainan dengan peralatan sederhana.

Berbagai macam kegiatan yang dilangsungkan dalam pelatihan softskill selama dua hari tersebut diharapkan dapat memenuhi harapan dan tujuan pembanguan diri mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya berkompeten secara akademik, tetapi juga beretika dan berakhlak mulia, serta mampu berkomunikasi dan berinteraksi secara positif dengan orang lain.

Kegiatan ini sangat perlu untuk dilakukan guna membentuk mahasiswa yang berintelektual, kompetitif serta islami. Mahasiswa dilatih untuk lebih percaya diri baik secara individu, kelompok maupun tampil di muka umum, tanpa melupakan nilai-nilai islam serta menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslim. (mn)

LAPORAN MAHASISWA: MLYARTI NINGRUM

 

PROGRAM MATRIKULASI MAHASISWA BARU ANGKATAN PERTAMA

Sebelum memasuki perkuliahan, Fakultas Psikologi dan Humaniora mengadakan kegiatan matrikulasi yang diikuti oleh mahasiswa baru prodi psikologi. Kegiatan ini diikuti oleh 19 mahasiswa baru Prodi Psikologi, di mana kegiatan ini bertujuan untuk menyetarakan pemahaman awal mahasiswa, yang tidak hanya berasal dari SMA/MA tetapi juga SMK dan pondok pesantren, dan mempersiapkan mahasiswa menghadapi perkuliahan psikologi.

Kegiatan ini dilaksanakan di Kampus 1 Universitas Muhammadiyah Magelang pada 2-5 Oktober 2017, pukul 08.00-16.00 WIB. Adapun materi yang disampaikan dalam kegiatan matrikulasi ini materi-materi dasar bagi psikologi, yaitu: Anatomi dan Fisiologi Manusia, Statistika Dasar, Sosiologi, dan Antropologi.

Dalam setiap sesi, dibahas keterkaitan ilmu-ilmu tersebut dengan psikologi. Dalam penyampaiannya, mahasiswa diajak untuk aktif, baik dalam kegiatan diskusi kelas, presentasi kelompok, praktikum sederhana, serta menyelesaikan tugas lapangan. Mahasiswa diarahkan untuk belajar berpikir kritis terhadap setiap permasalah yang sedang dihadapi, dan diberikan kesempatan untuk saling bertukar pikiran dan pemahaman berdasarkan pengalaman masing-masing. Matrikulasi yang dilangsungkan selama empat hari tersebut ditutup dengan ujian per mata kuliah.

“Kegiatan ini dirasakan sangat perlu untuk dilaksanakan, karena akan sangat berguna sebagai pemahaman awal mahasiswa dalam mengenal ilmu psikologi yang tentunya akan dibahas lebih spesifik setelah perkuliahan dimulai,” komentar salah seorang mahasiswa dari Nusa Tenggara Barat.

“Proses pembelajaran dalam matrikulasi ini juga dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui cara membangun komunikasi satu sama lain dalam bentuk apapun itu. Karena dalam setiap proses pembelajaran, hal yang sangat perlu untuk diperhatikan adalah bagaimana cara membangun komunikasi untuk memperoleh informasi yang baik dan benar, serta membantu satu sama lain dalam mengenali karakter setiap orang yang terlibat dalam proses belajar mengajar.”

LAPORAN MAHASISWA: Milyarti Ningrum

 

FPH UM MAGELANG SAMBUT MAHASISWA ANGKATAN PERTAMA

Fakultas Psikologi dan Humaniora UM Magelang menyambut mahasiswa psikologi angkatan pada rangkaian acara PPK Masta (Program Pengenalan Kampus dan Masa Taaruf) tingkat fakultas. Acara yang berlangsung pada Kamis, 28 September 2017 tersebut dilaksanakan di Aula Rektorat UM Magelang dan diikuti oleh mahasiswa dari Prodi Psikologi beserta dosen-dosen di Fakultas Psikologi dan Humaniora.

Dalam penyambutan yang dilakukan oleh Plt. Dekan Dr. Purwati, MS., Kons, dipaparkan sejarah pendirian Prodi Psikologi dan Fakultas Psikologi dan Humaniora. Mahasiswa baru yang merupakan angkatan pertama ini ibarat anak mbarepAnak mbarep akan dididik dan dibimbing sebaik-baiknya agar nanti menjadi teladan bagi anak-anak atau mahasiswa di angkatan selanjutnya. Untuk ke depan, peningkatan akan dilakukan bertahap dan mahasiswa diharapkan untuk ikut berkontribusi dalam pengembangan fakultas dan program studi.

PPK Masta Fakultas Psikologi dan Humaniora ini dirancang khusus oleh dosen-dosen Prodi Psikologi. Sesi pertama dibawakan oleh Ketua Prodi Psikologi, Hermahayu, M.Si., berisi pengenalan mahasiswa dengan Prodi Psikologi dan visi misi prodi. Sesi selanjutnya adalah pengenalan mahasiswa dengan kehidupan akademik kampus, dibawakan oleh Aftina Nurul Husna, MA.

Game Mahasiswa

Pengenalan apa itu ilmu psikologi disajikan dalam bentuk game dan diskusi oleh psikolog, Indha Nurikahapsari, M.Psi. Di sesi ini, mahasiswa mendapatkan gambaran tentang karier psikolog dan perannya di masyarakat. Setelah jeda istirahat siang, mahasiswa diajak mengenal etika pergaulan dan norma akademik oleh Aning Az Zahra, MA., dan dilanjutkan oleh sesi mengenal diri sendiri, membangun motivasi berprestasi, dan membuat peta hidup dengan dibimbing oleh psikolog, Akhmad Liana Amrul Haq, M.Psi, dalam kegiatan mini training. Acara ini ditutup dengan pentas seni mahasiswa.

PPK Masta Fakultas Psikologi dan Humaniora 2017 ini diharapkan menjadi awal yang baik bagi perjalanan akademik mahasiswa dan untuk mewujudkan visi fakultas sebagai kampus yang unggul dan Islami. Kegiatan pengenalan ini diintegrasikan dengan kegiatan matrikulasi dan pelatihan keterampilan atau softskill (anh).

 

BIOPSIKOLOGI PUASA: HIKMAH PUASA DALAM PROSES AUTOFAGI

Hadiah Nobel Fisiologi dan Kedokteran tahun 2016 lalu diberikan pada ilmuwan asal Jepang, Yoshinori Ohsumi yang menemukan mekanisme autophagy (autofagi). Autofagi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: auto (sendiri) dan phagein (memakan) sehingga secara etimologis, ia berarti “memakan diri sendiri”. Dalam khazanah biologi sel, autofagi berkenaan dengan bagaimana sel-sel ternyata dapat memakan dirinya sendiri dalam rangka menghancurkan dan mendaur ulang komponen-komponennya. Autofagi adalah mekanisme pembongkaran bagian-bagian sel yang sudah tua (seperti organel-organel sel, protein, dan membran sel) yang terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup energi untuk mempertahankannya.

NEW DELHI : NOBEL PRIZE FOR MEDICINE. PTI GRAPHICS(PTI10_3_2016_000140B)

Sel yang bisa memakan dirinya sendiri mungkin kedengarannya kejam bagi kita yang masih awam, tetapi di balik itu ada hikmah penciptaan yang luar biasa. Sel-sel tubuh memang diprogram oleh Allah Swt secara alami untuk hancur dan mati demi memelihara kesehatan kita. Jika diibaratkan, sel-sel tubuh itu seperti motor tua. Ketika masih baru, ia begitu prima, tetapi lama-kelamaan mesin-mesinnya menjadi tua dan akhirnya ia tidak bisa dikendarai lagi. Logisnya, apa yang kita lakukan adalah memutuskan menjual saja motor itu ke tukang loak. Uangnya bisa untuk membeli motor baru, sementara di tukang loak, motor itu akan dibongkar dan dicari bagian-bagiannya yang kiranya masih bisa dimanfaatkan untuk keperluan yang lain.

Seperti itulah autofagi, hanya saja pembongkaran dan daur ulangnya terjadi di level sub-selular. Ketika sel menua, tubuh kita tidak serta-merta mengganti keseluruhannya. Ketimbang membunuh seluruh sel (apoptosis), yang dilakukan tubuh hanyalah mengganti bagian-bagiannya yang rusak saja dan kemudian dibuat organel yang baru untuk menggantikannya. [1][2][3]

Setelah mengetahui cukup banyak tentang apa itu autofagi, pembaca sekalian mungkin mulai bertanya-tanya, apa kaitan mekanisme autofagi ini dengan ibadah puasa yang dijalankan umat Islam selama bulan Ramadan ini? Dan, apa pula relevansinya ini dengan ilmu psikologi yang kita geluti? Jawabannya, autofagi sangat berkaitan dengan puasa kita dan sangat relevan dengan psikologi. Untuk mendapatkan penjelasan lengkapnya, berikut ini kita selidiki lebih detail bagaimana autofagi dapat mendorong kesehatan dan mencegah penyakit dengan puasa sebagai aktivatornya.

Autofagi, Kesehatan, dan Penyakit

Autofagi sangat penting bagi kelangsungan hidup sel dan menjaga sel tetap sehat. Tanpa autofagi, sel-sel tubuh manusia tidak akan bertahan. Autofagi ibarat sistem pembuangan limbah dalam sel, yang tanpanya sampah-sampah akan menumpuk dan mengganggu keberfungsian sel-sel itu. Ini sama seperti jika lingkungan tempat tinggal kita tidak memiliki sistem pembuangan sampah. Sampah jadi ada di mana-mana, mengganggu pemandangan, dan menjadi sumber penyakit.

Lewat pembersihan diri di tingkat sel, autofagi memainkan peran penting dalam pemeliharaan kesehatan tubuh keseluruhan. Berbagai riset membuktikan bahwa autofagi berperan menekan pertumbuhan sel tumor. [3] Riset yang masih berlangsung pun terus menyelidiki bagaimana gangguan atau disfungsi autofagi berkaitan dengan kemunculan kanker, diabetes tipe 2, penyakit-penyakit infeks virus dan bakteri, penyakit-penyakit imunologis (disebabkan oleh penurunan imunitas tubuh), dan penyakit-penyakit neurodegeneratif (disebabkan oleh penurunan fungsi sel saraf) karena proses penuaan, seperti Parkinson dan Alzheimer. [2][3]

Uniknya, autofagi tidak terjadi ketika sel ‘kenyang’ karena banyaknya pasokan nutrien, melainkan ketika ia ‘kelaparan’. Autofagi adalah respon adaptasi sel ketika mengalami stres berupa ‘lapar’. [4] Ketika sel-sel lapar, mereka mengkonsumsi protein-protein yang ada pada diri mereka sendiri untuk mendapatkan bahan bakar untuk energi terus hidup. Protein-protein yang dimakan ini adalah protein-protein dari organ-organ sel yang telah rusak. Dari proses itulah, autofagi mengeliminasi bagian-bagian sel yang rusak dengan hasil akhirnya, sel berkesempatan memperbarui dirinya sendiri dengan membentuk bagian-bagian yang baru. Ini ibarat ketika kita hendak membeli kursi baru untuk mengganti kursi lama di ruang tamu, kursi yang lama perlu disingkirkan dulu agar yang baru punya tempat. Dengan autofagi, homeostatis atau keseimbangan dalam tubuh sel dapat tetap terjaga. [2][3][4]

Selain itu, autofagi juga adalah respon pertahanan sel dari serbuan virus-virus dan bakteri ketika terjadi infeksi. Autofagi menghindarkan sel dari bahaya mikroorganisme asing dengan mengirim virus dan bakteri itu untuk didaur ulang dan mengeliminasinya. Dengan ini, autofagi pun menjadi kunci pengendalian perkembangan penyakit infeksi dalam tubuh. [1][4]

autophagy

Ilustrasi Autofagi Sumber: martinajohansson.se

Puasa Mengaktivasi Autofagi

Sejak mekanisme autofagi ditemukan, mempercepat autofagi pun mulai menjadi metode pencegahan dan penyembuhan berbagai penyakit. Aktivasi autofagi dapat dilakukan dengan mengurangi nutrisi yang diterima sel dengan cara tidak makan alias puasa.

Ketika seseorang makan, hormon insulin yang mengatur metabolisme karbohidrat dalam tubuh akan meningkat, sementara glukagon menurun. Ketika ia berpuasa, yang sebaliknya yang terjadi; insulin menurun, sementara glukagon yang berfungsi meningkatkan kadar gula darah meningkat. Peningkatan glukagon inilah yang menstimulasi proses autofagi yang membersihkan sel dari organ-organnya yang rusak. Sementara itu, apa yang bisa mematikan proses autofagi? Makan. Pasokan gula dan protein yang berlebihan membuat pembersihan diri terhambat. Hal ini terbukti, misalnya pada tubuh penderita penyakit Alzheimer dan kanker, terdapat akumulasi atau penumpukan protein abnormal yang lama tidak dibersihkan. Jika autofagi berlangsung dengan normal, maka penumpukan ini tidak terjadi dan seseorang pun dapat tercegah dari penyakit-penyakit tersebut. [5]

Meski tidak makan dan lapar penting bagi kelangsungan proses autofagi, ada hal yang harus diperhatikan. Autofagi adalah proses yang diatur dengan sangat hati-hati oleh tubuh. Autofagi yang tak terkontrol dan berlangsung berlebihan karena seseorang lapar berkepanjangan (misal karena diet yang terlalu ketat atau tidak makan sama sekali) sama buruknya dengan autofagi yang melemah karena kenyang berkepanjangan (karena terus-menerus makan dan mengkonsumsi pangan tinggi karbohidrat dan protein). [5]

Hidup ini soal keseimbangan, autofagi pun demikian. Tidak boleh kekurangan, tidak boleh kebanyakan. Para dokter di Barat, berdasarkan pengetahuan ini kini menyarankan agar orang-orang yang ingin sehat dengan sekali-kali melewatkan makan (skipping meal) atau berpuasa secara berselang hari (intermitten fasting). Ini tidak hanya meningkatkan proses autofagi, tetapi juga meningkatkan fungsi kognitif yang membuat seseorang lebih mudah belajar, serta banyak manfaat lainnya. [6] Dokter-dokter tersebut pun mensyariatkan (baca: menggariskan pedoman), berpuasa versi mereka sebagai bagian dari program detoks, yakni sekali atau dua kali seminggu dengan lama waktu 12-36 jam meninggalkan makan dan bersamaan dengan itu mengkonsumsi banyak air putih. [7]

puasa

Hikmah Ibadah Puasa

Berpuasa adalah salah satu rukun Islam yang telah diketahui luas hikmah dan manfaatnya baik lewat dalil-dalil naqli maupun riset-riset ilmiah. Sebagai salah satu ibadah yang sangat jelas syariatnya dalam agama, puasa telah dilakukan oleh umat Islam sejak waktu yang sangat lama, bahkan sebelum ilmu pengetahuan mengungkap hikmah-hikmah kesehatan puasa. Lewat berbagai penelitian yang panjang dan intensif, kini kita semakin menyadari tingginya nilai ibadah puasa terutama bagi kesehatan badan. Berdasarkan itu, benarlah apa yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad Saw, “Berpuasalah, maka kamu akan sehat.” (HR Thabrani) Hal ini tentu semakin memperkuat keyakinan kita kepada agama kita dan meningkatkan motivasi kita untuk memelihara puasa, baik yang wajib maupun yang sunnah.

Penelitian biologi sel mengungkap manfaat puasa lewat penyelidikan tentang apa yang terjadi pada tubuh manusia sampai ke tingkat sel ketika ia kekurangan nutrien karena tidak makan atau berpuasa. Lewat mekanisme autofagi, sel membersihkan dan memperbarui dirinya sendiri, serta melindungi dirinya dari serbuan virus dan bakteri yang bisa menimbulkan infeksi. Meski begitu, autofagi yang optimal adalah yang tidak terjadi secara ekstrem. Artinya, seseorang tidak boleh kelaparan atau sama sekali tidak makan sehingga proses autofaginya berlebihan tidak terkendali, tidak boleh pula terlalu banyak dan selalu kenyang sehingga mematikan proses autofagi.

Temuan tersebut mendukung ketepatan ajaran atau syariat Islam terkait bagaimana berpuasa yang benar, sebagaimana yang diceritakan dalam hadist larangan berlebih-lebihan dalam ibadah, termasuk puasa:

Beberapa orang dari para sahabat datang ke rumah Rasulullah Saw menanyakan kepada istri beliau tentang ibadah beliau. … Salah seorang di antara mereka mengatakan, “Aku bertekad akan melakukan shalat selamanya.” Seorang yang lain menyahut, “Aku akan berpuasa selamanya tanpa berbuka.” Seorang lainnya menyambung, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.”

Lalu Rasul datang, “Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Adapun aku, demi Allah, aku adalah manusia yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa. Akan tetapi aku sholat dan tidur, berpuasa dan berbuka. Aku menikahi wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka dia bukan termasuk di antara umatku.” (HR Bukhari)

Temuan autofagi mencerahkan kita tentang biopsikologi puasa dan perannya mencegah penyakit-penyakit neurodegeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif, penurunan daya ingat, kemampuan berpikir dan memproses informasi, serta mempengaruhi perilaku, terutama pada lansia. Inilah yang menjadikan puasa alternatif terapi yang sangat baik untuk mencegah penyakit-penyakit tersebut.

Meski demikian, ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam menyikapi temuan tentang hubungan autofagi, kesehatan tubuh, dan puasa tersebut.

Pertama, perbandingan puasa yang ‘disyariatkan’ dokter di Barat berdasarkan fakta ilmiah tersebut (12-36 jam tanpa makan, dan bersama itu perbanyak minum air) dan puasa dalam Islam (menahan makan, minum, dan semua yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, hanya sekitar 8-21 jam per harinya di negara-negara di seluruh dunia). Hal yang membedakan, puasa yang disyariatkan Islam lebih ringan, bisa dilakukan semua orang di mana saja termasuk anak-anak yang masih belajar puasa, dan tidak mengganggu aktivitas kehidupan yang lain.

Kedua, di Barat terutama, puasa dipromosikan sebagai bagian dari terapi kesehatan sehingga yang melakukannya hanyalah orang-orang yang takut sakit atau ingin sembuh dari sakit. Hal-hal hanya berfokus di seputar kesejahteraan fisik diri sendiri (self-centric) dan tidak memiliki nilai yang lebih dari itu. Dalam Islam, puasa tidak hanya menyangkut persoalan fisik, lapar dan haus karena tidak makan dan minum. Puasa adalah ibadah berpahala yang kebaikannya meliputi dimensi kehidupan yang sangat luas, baik fisik/ material, sosial, psikologis, maupun spiritual. Seseorang bahkan dikecam jika puasanya hanya mendapatkan haus dan lapar.

Pengendalian diri yang dikehendaki ketika beribadah puasa lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan dorongan nafsu dan menjaga keseluruhan amal perbuatan. Ibadah puasa lantas adalah instrumen yang tidak hanya berguna untuk menyehatkan fisik, tetapi juga menyehatkan hubungan dengan sesama manusia dan menyehatkan ruhani. Semoga kita senantiasa mendapatkan kebaikan yang sempurna dari ibadah puasa yang kita lakukan.

Wallahu a’lam bishawab.

Referensi

[1] Woollaston, V. (2016, Oktober). How autophagy could lead to a cure for cancer and spell the end or diabetes. http://www.wired.co.uk/article/autophagy-cells-explained.

[2] Sedwick, C. (2012). Yoshinori Ohsumi: Autophagy from beginning to end. Journal of Cell Biology, 192(2), 164-165. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3328387/

[3] Van Noorden, R., & Ledford, H. (2016). Medical award for cell recycling. Nature, 538, 18-19. doi: 10.1038/nature.2016.20721

[4] Larsson, N-G., & Masucci, M. G. (2016). Scientific background discoveries of mechanisms for autophagy. https://www.nobelprize.org/nobel_prizes/medicine/laureates/2016/advanced-medicineprize2016.pdf

[5] Fung, J. (2016). How to renew your body: Fasting and autophagy. https://www.dietdoctor.com/renew-body-fasting-autophagy

[6] Stipp, D. (2013). How intermittent fasting might help you live a longer and healthier life. https://www.scientificamerican.com/article/how-intermittent-fasting-might-help-you-live-longer-healthier-life/

[7] English, N. (2016). Autophagy: The real way to cleanse your body. https://greatist.com/live/autophagy-fasting-exercise

Penulis Aftina Nurul Husna, dosen muda di Program Studi Psikologi, Universitas Muhammadiyah Magelang. Email: anhusna@ummgl.ac.id